contoh cerpen pengalaman kehidupan



Roda Kehidupan

Senyum sapa sang surya di atas cakrawala. Tetes embun dan kicauan burung-burung telah mampu memecahkan kesunyian saat fajar menyapa. Bunga-bunga telah bermekaran menambah indahnya pagi ini.
Rasya namaku. Sekarang ini aku hanya tinggal bersama ayah dan nenekku. Ibuku telah meninggal sejak aku masih berusia 2 bulan. Aku tak pernah melihat sosok ibuku, tak ada secarik foto pun yang dapat aku dekap ketika ku merindukannya, hanya ada selembar surat yang ditulis oleh ibuku sebelum ia meninggal. Hanya surat itu yang dapat melepaskan kerinduanku kepadanya.
Seperti biasa sebelum berangkat sekolah aku selalu sarapan sepiring nasi goreng buatan nenekku. Sehabis sarapan, aku berangkat sekolah bersama teman-teman. Setelah lama berjalan, sampailah kami di sekolah. Tak bersalang lama bel tanda masuk berbunyi “kring…kring”. Semua murid pun bergegas masuk ke kelas masing-masing begitu pula denganku.  
Namun saat aku sedang belajar di kelas bersama teman-temanku, ada salah satu guru lain yang menghampiri Bu Era,guru Bahasa Indonesia yang sedang mengajar kami. Mereka berdua langsung berbisik. Semua murid penasaran apa yang sebenarnya mereka bicarakan. Kami semua pun terdiam hingga Bu Era memanggilku untuk kedepan
“Rasya tolong maju sebentar!” dengan perasaan penasaran aku maju menghampiri bu Era.
Aku terkejut dengan apa yang bu Era katakana aku tidak percaya akan semua itu, aku hanya terdiam tanpa kata-kata tubuh ini begitu lemas dan tak mampu untuk digerakkan tak ku sadari air mataku bercucuran dengan derasnya, aku tak menyangka begitu cepatnya ayah meninggalkanku. Baru tadi pagi aku bersamanya namun mengapa kini dia telah meninggalkanku. Saat itu aku langsung pulang diantarkan oleh salah satu guruku.
Dalam perjalanan aku tak henti-hentinya meneteskan air mata, hingga sampailah aku di sebuah rumah kecil yang menjadi tempat bernaungku dari teriknya matahari dan dinginnya angin malam. Sesampainya di rumah kecil itu kulihat kibaran bendera kuning yang semakin membuatku tak percaya dengan keadaan ini. Ku telusuri setapak demi setapak halaman rumahku yang masih bertanah. Satu per satu saudara-saudaraku menghampiriku dengan genangan air mata yang membasahi kedua pipinya serta mata yang memerah akibat terlalu banyak mengeluarkan air matanya. Namun tak ku hiraukan mereka langsung ku berlari menuju ke segerombolan wanita dan pria yang tak henti-hentinya meneteskan air mata sambil membacakan salah satu surat dalam Al-Qur’an yaitu surat Yassin dihadapan seseorang yang telah terbujur kaku di tengah-tengah orang menangis. Dengan perlahan mulai tampak seseorang yang terbujur kaku diantara orang-orang yang meneteskan air mata tersebut. Ku lihat sesosok pria yang telah tertidur untuk selama-lamanya sambil menghadap ke utara dengan berselimutkan kain putih. Di depan mayat itu aku memanggil namanya
 “Ayah…ayah jangan pergi, yah aku mohon jangan tingalkanku .” ucapku sambil memeluknya.
Dengan setuhan yang lembut nenek menenangkanku
 ”Sudahlah Rasya, jangan menangis mungkin memang ini yang terbaik untuk kita, jangan kau tangisi kepergian ayahmu, do’a kan semoga dia diterima disisi Tuhan“.
 ”Tapi mengapa Tuhan mengambil ayah secepat ini nek, mengapa?” tanyaku.
 ”Jangan menangis iklaskan saja kepergian ayahmu,” jawabnya.
Setelah hari itu, hari-hariku penuh dengan kesedihan. Rumah yang sebelumnya surga yang penuh kebahagiaan kini menjadi neraka yang penuh dengan kesedihan. Hari-hari ku habiskan dengan menyendiri di kamar kecil ini. Ketika ku menangis di dekat jendela, tiba-tiba “Krak…” terdengar suara orang membuka pintu tua itu.
“Rasya makan dulu nak, sudah 2 hari ini kamu tak makan nanti kamu sakit!” terdengar suara tua yang selalu memperhatikanku.
“Sebentar lagi nek aku belum lapar,” jawabku
Lalu nenek menasihatiku
 “Ayolah Rasya jangan bersedih lagi mari kita bangun kehidupan yang baru tanpa orang tuamu kamu pasti bisa menghadapi semua ini”.
Lalu aku memeluk nenek
 “Iya nek aku akan berusaha tegar dalam menghadapi semua ini,” ucapku
Sejak saat itu aku mau menuruti apa yang dibilang oleh nenek salah satunya sekolah, karna sejak meninggalnya ayah aku tak mau bersekolah lagi. Namun, sekolahku tak bertahan dengan lama, aku dikeluarkan dari sekolah karna menunggak pembayaran SPP selama 3 bulan. Nenek hanyalah seorang buruh cuci pakaian tetangga jadi ketika tidak ada tetangga yang membutuhkan jasanya ia pun tak memiliki penghasilan sehingga tidak mampu membayar uang SPPku.   
Setelah keluar dari sekolah ku putuskan membantu nenek mencai nafkah dengan cara menjajakan gorengan buatannya. Setiap hari ku teluri jalan-jalan di desaku untuk menjajakan gorengan
 “gorengan…gorengan… masih hangat siapa mau beli?” itulah kata-kata yang ku ucapkan setiap harinya ketika berjualan gorengan.
Setiap kali ku berjualan tak jarang aku menemui teman-temanku yang pulang sekolah dijemput oleh ayahnya masing-masing. Aku selalu menangis melihat mereka sampai sekarang mereka masih dapat bersekolah dan memeluk ayah mereka masing-masing. Sedangkan aku, kini tak dapat memeluk ayah lagi jangankan memeluk menatap wajahnya saja tak bisa apalagi bersekolah untuk makan sehari hari saja masih ngutang sama tetangga. Tetapi aku yakin bahwa aku dan nenek pasti dapat menghadapi semua ini. Setiap ku bersedih selalu ku tanamkan kata-kata itu dan tak lupa ku bergumam dalam hati “kau harus selalu tersenyum Rasya dalam keadaan apapun kamu pasti bisa.”
Setiap selesai berjualan, aku selalu memberikan uang hasil berjualan untuk nenek, namun nenek selalu memberiku  separuh keuntungannya untuk ditabung. Itulah keseharianku dalam membantu nenek yang selalu menguatkanku ketika menghadapi masalah, aku tak tau apa yang akan terjad padaku jika tidak ada dia? Terima kasih nek...

Bertahun-tahun ku jalani kehidupanku seperti ini, hingga akhirnya aku mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah dari pemerintah. Sehingga aku dapat kembali menduduki bangku sekolah yang telah aku impikan selama ini.
Setiap mentari menampakkan senyuman terindahnya aku selalu berangkat sekolah sambil berjualan. Setiap jam istirahat tiba, itulah waktunya aku menjajakan gorengan buatan nenekku keliling sekolahan. Namun rintangan selalu menghadangku, setiap harinya pula aku selalu dihina oleh teman-temanku, diantaranya Mita, Sasa, dan Amanda. Sampai suatu ketika saat aku jualan tak sengaja aku lewat depan mereka, tiba-tiba mereka tarik bakul wadah gorengan yang aku bawa dan menjatuhkannya “Prak…” Hingga semua isinya berserakan di lantai.
“Mengapa kamu lakukan itu Mita?” tanyaku
“Itu karena kamu sekolah dan jualan di sekolahan ini. Bikin kotor aja kamu ini.” Sahutnya.
 Setelah itu mereka langsung menginjak-injak gorenganku hingga hancur lalu pergi begitu aja. Setelah mereka pergi aku ambil kembali gorengan yang telah jatuh tadi bukan untuk dijual kembali namun aku bawa pulang lagi.
Matahari sudah tepat di atas kepala. Itu tandanya waktu pulang telah tiba. Sambil ku membawa bakul wadah gorengan ku bawa juga kesedihan yang mendalam yaitu nanti malam aku pasti tidak dapat makan malam dengan nasi, karena tadi pagi sebelum berangkat sekolah sempat ku buka tempat penyimpanan beras kulihat tak ada satu butirpun beras yang tersisa di dalamnya sedangkan hari ini daganganku tak ada satupun yang terjual bahkan semuanya hancur sebab diinjak-injak tadi.
Akhirnya sampai rumah aku lansung menghampiri nenek sambil berkata bahwa tak ada satu gorenganpun yang terjual hari ini, karna semua gorengannya telah hancur diinjak-injak tadi. Setelah mendengar ceritaku nenek berkata bahwa malam ini bahwa kami berdua harus menahan lapar karna persediaan beras telah habis sedangkan nenek tidak punya uang, mau hutang sama tetangga tidak boleh. Sebab telah banyak hutang yang menumpuk di para tetangga.
Siang telah berganti dengan petang. Hanya sebuah lampu minyak ini yang dapat menemani belajarku setiap harinya.Tak ada satu lampu listrikpun yang menyala, karna nenek tak dapat membayar tagihan setiap bulannya. Ku tahan rasa lapar ini dengan cara minum air putih yang ada di kendi tua itu sebanyak-banyaknya sampai aku tak merasa lapar lagi. Setiap mata ini ingin ku pejamkan selalu ku tak bisa tidur karna rasa lapar yang selalu menghampiri.
Seminggu tlah berlalu kini saatnya diadakan Ujian Nasional. Ku belajar dengan giat agar dapat lulus dan mendapatkan niai yang bagus. Setiap malam ku selalu belajar dengan giat sedangkan setelah pulang sekolah aku selalu membantu nenek untuk berjualan gorengan. Ujian Nasionalpun tlah ku lewati dan hari ini adalah acara perpisahan sekolah sekaligus pengumuman kelulusan.
Dan saatnya pengumuman
 “Dan siswa yang menjad lulusan terbaik tahun ini adalah…… Rasya.” Kata seorang guru yang menjadi pembawa acaranya.
Aku tak menyangka aku dapat menjadi lulusan terbaik pada tahun ini dan dapat mengalahkan teman-temanku yang dulu selalu mencemoohku setiap harinya. Aku menangis terharu akan apa yang telah aku capai kali ini.
”Untuk Rasya mohon naik ke panggung didampingi wali muridnya.” Pinta pembawa acara tersebut.
Lalu aku naik ke panggung ditemani oleh nenek. Sambil menangis ku berkata
”Ku ucapkan terima kasih kepada Tuhan dan para guru yang telah membantu saya ketika belajar, ku persembahkan piala ini untuk Ayah dan ibu yang telah berada di surga dan untuk nenek yang telah merawat, menjaga, dan menjadi tempat bersandarku ketika ku bersedih. Aku tak tau apa yang akan terjadi bila tidak ada nenek.Terima kasih nek...”
 Lalu ku peluk nenek dengan erat. Terdengar riuh tepuk tangan para walimurid dan teman-temanku yang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sinopsis Novel Sorry I Love You karya Fanny Salma

Sinopsis Novel Rasa Ini karya Ari Keling

Sinopsis Novel Chat, Love, and Danny Karya Kristina Erika